Hambatan dan Resiko Penggunaan Obligasi Daerah sebagai Alternatif Pembiayaan Daerah

oleh Akhmad Solehudin

Staf pada Inspektorat Kabupaten Tegal

Abstraksi

Wacana penggunaan obligasi daerah sebagai alternatif pembiayaan daerah untuk membangun infrastruktur yang dapat menghasilkan pendapatan bagi daerah saat ini sedang menjadi tren. Beberapa daerah telah melakukan kajian dan berencana menerbitkan obligasi daerah, sedangkan pemerintah pusat terus mendorong daerah untuk segera menerbitkan obligasi. Berbagai hambatan regulasi, kemampuan  inovasi di daerah, kesiapan kelembagaan dan SDM menjadi kendala. Pertimbangan resiko penggunaan obligasi daerah harus menjadi perhatian publik mengingat banyaknya kasus default obligasi daerah di negara lain, dan resiko akibat tingginya moral hazard dan angka korupsi di daerah yang dapat berakibat pada kegagalan investasi yang berujung pada kegagalan bayar obligasi daerah. Penggunaan obligasi daerah juga belum mendesak karena masih besarnya dana pemerintah daerah yang masih mengendap di perbankan nasional   


Obligasi Daerah Sebagai Alternatif Pembiayaan

Akhir-akhir ini wacana tentang penerbitan obligasi daerah marak menjadi pemberitaan media di bidang ekonomi. Berbagai pihak memberikan pernyataan dan komentar mengenai hal ini, antara lain pejabat Kementerian Keuangan dan Otoritas Jasa Keuangan yang isinya tentang upaya mendorong daerah agar segera menerbitkan obligasi daerah. Wacana terbaru tentang ini adalah rencana Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang akan menerbitkan obligasi daerah senilai Rp. 4 trilyun untuk membiayai pembangunan Bandara Kertajati di Majalengka. Pemerintah Provinsi Jawa Tengah pun tak ketinggalan untuk mewacanakan penggunaan obligasi daerah untuk membiayai pembangunan infrastruktur. Melalui media massa, Gubernur Ganjar Pranowo juga menyatakan niatnya untuk menerbitkan obligasi daerah untuk menggenjot pembangunan di daerahnya. Kajian untuk penerbitan obligasi daerah di Pemerintah Provinsi Jawa Tengah telah dilakukan sejak tahun 2015 dan keputusan finalnya ditentukan tahun 2016 ini.  Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bahkan sudah memulai kajian sejak lama dan membentu Tim Persiapan Penerbitan Obligasi Daerah.

Banyaknya daerah yang berminat menerbitkan obligasi daerah tidak lepas dari gencarnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam mempromosikan obligasi daerah. Beberapa hambatan regulasi yang masih ada dalam penerbitan obligasi daerah sedang dicarikan terobosan, dan targetnya pada awal tahun 2016 ada daerah yang mampu “pecah telur” untuk menjadi daerah pertama yang menerbitkan  obligasi daerah. Faktanya sampai saat ini belum ada pemda yang menerbitkan obligasi daerah.

Obligasi Daerah merupakan surat utang yang diterbitkan oleh pemerintah daerah yang ditawarkan kepada publik melalui penawaran umum di pasar modal. Obligasi ini tidak dijamin oleh Pemerintah Pusat (Pemerintah) sehingga segala resiko yang timbul sebagai akibat dari penerbitan Obligasi Daerah menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah. Penerbitan surat utang merupakan bukti bahwa pemerintah daerah telah melakukan pinjaman/utang kepada pemegang surat utang tersebut. Pinjaman akan dibayar kembali sesuai dengan jangka waktu dan persyaratan yang disepakati. Pemerintah daerah yang menerbitkan obligasi daerah berkewajiban membayar bunga secara berkala sesuai dengan jangka waktu yang telah ditetapkan. Pada saat jatuh tempo pemerintah daerah berkewajiban mengembalikan pokok pinjaman. Tujuan dari penerbitan Obligasi Daerah adalah untuk membiayai suatu kegiatan investasi sektor publik yang menghasilkan penerimaan dan memberikan manfaat bagi masyarakat.
Untuk itu perlu diperhatikan bahwa penerbitan obligasi tidak ditujukan untuk menutup kekurangan kas daerah. Obligasi Daerah akan diperjualbelikan di pasar modal dalam negeri sesuai dengan peraturan perundang-undangan pasar modal.

Pilihan untuk mengembangkan Obligasi Daerah dilandasi oleh kecilnya anggaran pembangunan di daerah membuat pelayanan kepada masyarakat dapat terabaikan. Selain itu, terdapat trend Belanja Modal dalam APBD kurang mendukung pembangunan dan penyediaan infrastruktur yang menunjang pembangunan ekonomi. Di sisi lain, Pinjaman Daerah di negara maju sudah menjadi trend sumber pembiayaan bagi pembangunan infrastruktur, contoh di Jepang, Cina, Vietnam, dan Polandia. Dalam konteks nasional, status Indonesia sebagai middle income country menyebabkan Indonesia semakin sulit mendapatkan pinjaman lunak/murah dari lembaga donor Internasional maupun dari negara bilateral (Direktorat Perencanaan dan Pengembangan Pendanaan Pembangunan, 2014).

Aspek penting dari kemajuan pembangunan daerah adalah kemampuan daerah dalam menyediakan infrastruktur bagi masyarakatnya. Pembangunan infrastruktur merupakan suatu keharusan untuk kemajuan pembangunan ekonomi di suatu daerah. Pembangunan infrastruktur akan menggerakan perekonomian karena memberikan multiplier effect bagi kemajuan pembangunan di bidang-bidang lainnya (Putra, 2016). Meskipun banyak pemerintah daerah memiliki keterbatasan dana untuk melakukan pembangunan infrastruktur, pemerintah daerah harus berhati-hati dalam mempertimbangkan obligasi daerah sebagai alternatif pembiayaan kegiatan pemerintahan daerahnya. Banyak kendala yang dihadapi pemerintah daerah dalam penyelenggaraan pemerintahannya yang dapat meningkatkan resiko pengelolaan obligasi daerah.

Regulasi yang Tak Kunjung Selesai

Peluang pemerintah daerah untuk membiayai pembangunan melalui obligasi daerah terbuka sejak diberlakukannya otonomi daerah, namun sederet peraturan pelaksanaannya belum semuanya terselesaikan.  Dasar hukum terbaru yang mengatur obligasi daerah adalah Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 111/PMK.07/2012 tentang Tata Cara Penerbitan daan Pertanggungjawaban Obligasi Daerah sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 180/PMK.07/2015 tentang Perubahan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 111/PMK.07/2012 tentang Tata Cara Penerbitan daan Pertanggungjawaban Obligasi Daerah. Namun untuk menerbitkan obligasi daerah di pasar modal, terdapat hambatan dari segi regulasi antara lain  kewajiban audit keuangan daerah oleh akuntan publik, sinkronisasi peraturan tentang obligasi daerah dan peraturan yang berlaku di bidang pasar modal, penjaminan dan  penerbitan obligasi daerah yang panjang alurnya serta cukup banyak persyaratanya (Direktorat Perencanaan dan Pengembangan Pendanaan Pembangunan, 2014). Pada Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal disebutkan bahwa untuk menerbitkan obligasi laporan keuangan emiten sebelumnya harus dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) yang terdaftar, sedangkan sesuai Undang-Undang No 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan Keuangan Negara, pemeriksaan pengelolaan keuangan pemerintah daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sepenuhnya berada di bawah tanggung jawab Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Sesuai dengan Undang-undang No.21 tahun 2011tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK), OJK melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal yang berarti dalam hal ini OJK menggantikan peran yang sebelumnya diperankan oleh Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bappepam dan LK). Kemudian dalam ketentuan peralihan pasal 55 disebutkan sejak tanggal 31 Desember 2012, fungsi, tugas dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan disektor pasar modal, Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya beralih dari Menteri Keuangan dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan ke OJK. Dengan bergantinya Bappepam dan LK ke OJK, maka ketentuan yang berlaku di pasar modal tentang Obligasi Daerah mengacu pada peraturan yang diterbitkan OJK. Permasalahannya aturan dari OJK untuk obligasi daerah yang belum selesai hingga bulan Mei tahun 2016 ini.

Kesiapan Pemerintah Daerah

Permasalahan utama yang dihadapi dalam penggunaan obligasi daerah sebagai alternatif pembiayaan adalah rendahnya pemahaman pemerintah daerah, baik eksekutif maupun legislatif  tentang obligasi daerah. Rendahnya pemahaman ini menyebabkan banyak daerah yang belum melakukan inovasi dengan menjajagi penggunaan obligasi daerah sebagai alternatif pembiayaan pembangunan daerah. Dari 34 provinsi dan 514 kabupaten/kota di Indonesia, pada tahun 2016 hanya Provinsi DKI Jakarta, Provinsi Jawa barat dan Provinsi Jawa Tengah  yang menyatakan siap untuk menerbitkan obligasi daerah melalui media massa  meskipun jumlah yang memenuhi persyaratan cukup banyak. Rendahnya pemahaman tersebut juga berimbas pada permasalahan persetujuan legislatif (DPRD). Persetujuan tersebut penting mengingat, dalam APBD harus menyisihkan anggaran sebagai dana talangan untuk membayar bunga kepada pemegang obligasi selama proyek belum menghasilkan pendapatan.

Permasalahan berikutnya adalah kesiapan organisasi dan sumber daya manusia pengelola obligasi. Dalam pengelolaan obligasi, daerah harus membentuk unit khusus yang memiliki kewenangan dan tugas dalam pengelolaan obligasi daerah yang disebut Debt Management Unit (DMU). Menurut PMK No.111/2012, yang termasuk kegiatan pengelolaan Obligasi Daerah adalah Penetapan strategi dan kebijakan pengelolaan Obligasi Daerah termasuk kebijakan pengendalian resiko; Perencanaan dan penetapan struktur portopolio pinjaman daerah; Penerbitan Obligasi Daerah; Penjualan Obligasi Daerah melalui lelang untuk penjualan kembali; Pembelian kembali Obligasi Daerah sebelum jatuh tempo; Pelunasan pada saat jatuh tempo; dan Pertanggungjawaban. Debt Management Unit (DMU) mempunyai tugas menyusun level utang, merencanakan kebutuhan biaya, mengkaji alternatif pembayaran pokok dan bunga, dan menyiapkan administrasi penerbitan obligasi daerah. Badan ini membutuhkan kualifikasi sumber dayamanusia (SDM) yang memiliki kompetensi profesional tertentu dan memiliki pengalaman di bidang investasi dan pasar modal. Hal ini akan menimbulkan konsekuensi pada pemerintah daerah untuk merekrut SDM dari instansi di lingkungan pemerintah atau dari instansi lain, dan melakukan investasi pendidikan untuk mendapatkan SDM yang dibutuhkan. Keberadaan kualifikasi SDM yang profesional pada DMU sangat penting dalam menjalankan fungsi DMU yang berhubungan dengan obligasi daerah (Okta dan Kaluge, 2011). Dalam konteks struktur organisasi dan tata kerja, kelembagaan DMU dapat berbentuk Badan Layanan Umum Daerah (BLUD).

Kesiapan lain yang diperlukan oleh Pemerintah Daerah adalah memenuhi semua unsur tentang tatacara penerbitan dan pertanggungjawaban obligasi daerah dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 111/PMK.07/2012 tentang Tata Cara Penerbitan daan Pertanggungjawaban Obligasi Daerah sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 180/PMK.07/2015. Prosedur penerbitan obligasi daerah adalah penentuan kegiatan, melaksanakan kegiatan persiapan, mengajuan persetujuan DPRD, mengajukan usulan penerbitan kepada Menteri Keuangan, Pembuatan perda, penawaran umum di pasar modal serta pengelolaan Obligasi Daerah. Dalam prosedur penerbitannya Obligasi Daerah memang melibatkan lembaga di Tingkat pusat dan di tingkat daerah, serta harus memenuhi beberapa persyaratan dalam PMK dan aturan di pasar modal. Hal inilah yang membuat kesan penerbitan obligasi daerah rumit dan panjang. Apabila melihat syarat yang dilekatkan pada pemerintah daerah yang ingin menerbitkan obligasi daerah, memang hanya daerah-daerah yang sudah mapan dan cukup kaya untuk bisa menggunakan instrumen pembangunan ini. Namun, perlu ditinjau bahwa penggunaan obligasi daerah sebagai sumber pembiayaan infrastruktur bukan hanya sebagai penyedia dana segar untuk pembangunan, namun perlu dilihat juga bahwa penerbitan obligasi daerah ini dapat mendorong keuangan pemerintah daerah lebih transparan dan akuntabel. Dari segi ini dapat dilihat bahwa obligasi daerah memberikan pendidikan pada pemerintah daerah dalam hal transparansi keuangan daerah.

Kesiapan pemerintah merupakan modal awal tercapainya maksud dan tujuan diterbitkan obligasi daerah, maupun bagi pemangku kepentingan yang lain. Dalam dunia bisnis kita mengenal trust sebagai modal awal suatu hubungan bisnis dapat tercapai, trust memberikan multiplier effect yang positif bagi Pemerintah Daerah kedepan dalam rangka pembangunan dan mensejahterkan masyarakat di daerah pada khususnya (Resen, 2015).

Miskinnya Inovasi Daerah

Dalam kaitannya dengan upaya mengatasi keterbatasan dana pembangunan infrastrukur, maka pemerintah daerah terlebih dulu perlu mengimplementasikan strategi sesuai prinsip ”infrastructure for all”, dimana pemerintah harus berusaha dapat menjamin adanya kesetaraan tanggungjawab bagi tersedianya prasarana dasar infrastruktur untuk masyarakat. Untuk kepentingan itu maka prinsip ”cost recovery” atas keterbatasan anggaran perlu menjadi prioritas awal guna menutup biaya operasional dan perawatan infrastruktur, sehingga anggaran dapat dialokasi khusus untuk prasarana infrastruktur dasar dengan manfaat sosial yang tinggi, dan kelayakan finansial rendah. Selanjutnya, untuk pembangunan infrastruktur yang lebih cepat, maka pemerintah perlu mengembangkan sumber pendanaan alternatif, baik yang bersumber dari dana masyarakat di lembaga-lembaga keuangan perbankan, berupa pinjaman atau kredit investasi, atau dari non perbankan, melalui penerbitan surat-surat berharga, seperti obligasi (Marsuki, 2007).

Sudah menjadi anggapan umum bahwa sebagian besar pemerintah daerah di Indonesia miskin kreativitas dan inovasi. Salah satu tolak ukur yang dapat digunakan adalah rendahnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) meskipun banyak potensi yang dapat dikembangkan dan ketergantungan yang sangat tinggi terhadap dana perimbangan dalam APBD. Untuk menuju pada pengelolaan obligasi daerah, daerah dituntut untuk dapat merumuskan gagasan-gagasan pembangunan infrastruktur yang menghasilkan pendapatan dengan studi kelayakan yang memadai. Pemerintah daerah juga dituntut mampu mengelola resiko pembiayaan, yang membutuhkan kompetensi manajemen analisis keuangan yang memadai.

Kemampuan untuk melakukan inovasi dan keberanian mengelola resiko belum banyak dimiliki pemerintah daerah di Indonesia. Sebagian besar lebih senang menghuni zona nyaman dan melakukan “bussiness as usual”, atau dalam bahasa investasi lebih memilih menjadi penghindar resiko (risk averter). Kemiskinan inovasi daerah menyebabkan pertumbuhan PAD yang rendah dan hal ini akan berdampak pada rendahnya rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman (Debt Service Coverage Ratio).

Peran Kepala Daerah dalam melakukan terobosan dan inovasi meningkatkan kemampuan keuangan daerah sangat penting. Peran kepala daerah sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah dalam meningkatkan kemampuan keuangan daerah mulai dari kewenangan pemberian persetujuan dan perizinan pelaksanaan penanaman modal untuk permohonan penanaman modal dalam rangka penanaman modal dalam negeri, menerbitkan peraturan daerah dalam rangka kemudahan investasi diderahnya, penarikan pajak dan retribusi daerah, pinjaman daerah, kekayaan yang dipisahkan, dan mengeluarkan keputusan kepala daerah yang dapat mendukung terciptanya sistem yang mampu meningkatkan keuangan daerah, serta mengawasi berjalannya roda pemerintahan dalam hal keuangan daerah dimana kepala daerah sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah (Sanjaya, 2015). Bagi investor, faktor politik sangat berpengaruh terhadap keputusan penyertaan atau penghentian investasi pada obligasi daerah (Vijayakumar, 1995). Penelitian Choi dkk. (2015) menunjukkan bahwa profil kepala daerah terpilih dan akses informasi investor akan politik lokal berhubungan dengan pasar obligasi daerah.

Kepercayaan Pasar dan Resiko Gagal Bayar (Default)

Berkaitan dengan instrumen pasar modal secara umum, obligasi merupakan salah satu instrumen pasar modal yang merupakan efek bersifat utang. Obligasi merupakan sertifikat yang berisi kontrak antara investor/pemegang obligasi dengan pihak yang menerbitkan obligasi, yang menyatakan bahwa investor tersebut/pemegang obligasi telah meminjamkan sejumlah uang kepada pihak yang menerbitkan obligasi. Pihak yang menerbitkan obligasi mempunyai kewajiban untuk membayar bunga secara reguler sesuai dengan jangka waktu yang telah ditetapkan serta pokok pinjaman pada saat jatuh tempo. Dalam kaitannya dengan Obligasi Daerah, pihak yang menerbitkan Obligasi Daerah adalah Pemerintah Daerah dan Obligasi Daerah tersebut digunakan untuk membiayai proyek yang dapat memberikan manfaat kepada publik dan menghasilkan penerimaan. Obligasi Daerah jatuh tempo dalam waktu lebih dari satu tahun (Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, 2007).

Meskipun obligasi merupakan bentuk investasi bebas resiko, namun kepercayaan investor terhadap emiten merupakan hal penting untuk memastikan bahwa emiten mampu membayar bunga dan pokok pada jatuh tempo. Obligasi pemerintah biasa disebut juga dengan “obligasi bebas resiko” sebab pemerintahan suatu negara dapat menaikkan pajak ataupun mencetak uang guna melunasi pembayaran obligasinya pada saat jatuh tempo. Memang terdapat catatan di mana obligasi pemerintah ini mengalami gagal bayar seperti yang terjadi pada pemerintah Rusia pada tahun 1998 yang disebut krisis keuangan Rusia, walaupun ini sangat langka terjadi.

Sebagai contoh, obligasi pemerintah di Amerika yang disebut “Treasury securities” adalah dalam denominasi mata uang US dollar dan merupakan investasi dalam US dollar yang bebas resiko. Dalam hal ini yang dimaksud dengan bebas resiko” adalah berarti aman dari resiko kredit. Namun resiko lainnya masih ada misalnya resiko nilai tukar bagi investor asing di mana nilai US dollar ini melemah terhadap mata uang negara lain. Juga terhadap resiko inflasi di mana pada saat jatuh tempo pelunasan obligasi tersebut nilai yang diperoleh investor mengalami pelemahan daya beli akibat inlasi lebih besar daripada imbal hasil yang diperoleh. Banyak pemerintahan menerbitkan obligasi indeks inflasi yang melindungi investor terhadap resiko inflasi.

Obligasi pemerintah ini dapat juga mengandung resiko apabila diterbitkan oleh pemerintah suatu negara yang memiliki kapabilitas kebijakan finansial yang kurang baik. Pengalaman gagal bayar obligasi daerah di beberapa negara lain harus menjadi pelajaran. Baru-baru ini, beberapa kebangkrutan kota dan default telah menunjukkan bahwa kota dapat dan melakukan pengalaman insolvensi (Apostolou dkk, 2013) Kegagalan bayar obligasi daerah terjadi di beberapa kota di Amerika Serikat yaitu Jefferson County (Alabama), Stockton (California), dan kebangkrutan kota Detroit yang meninggalkan catatan hutang 18 juta dolar AS. Kota terbaru yang mengalami gagal bayar obligasi daerah pada bulan Mei 2016 adalah Memphis, setelah pemerintah federal mencabut subsidi pembangunan apartemen sederhana akibat pelanggaran aspek kesehatan dan keamanan proyek pembangunan apartemen untuk masyarakat miskin yang dibiayai obligasi daerah. Pada bulan April 2016, dunia juga dikejutkan dengan kegagalan bayar obligasi pemerintah dan daerah di Puerto Rico secara massal yang nilainya hingga 442 juta dolar AS.

Untuk memberikan kepercayaan terhadap investor, dalam pasar modal terdapat Lembaga Pemeringkat Efek, merupakan lembaga yang memberikan peringkat kredit bagi penerbit obligasi daerah. Lembaga pemeringkat mengukur kelayakan kredit, kemampuan membayar pinjaman yang akan mempengaruhi tingkat bunga pinjaman. Pemerintah dalam persiapan penerbitan obligasi daerah, perlu menentukan suatu lembaga peringkat yang independen menentukan peringkat atas obligasi yang akan diterbitkan. Lembaga pemeringkat akan memberikan peringkat atas obligasi daerah dengan berdasarkan track record keuangan dan proyeksi kemampuan pembayaran utang, kelayakan proyek yang dibiayai oleh Obligasi Daerah, usulan rencana penjaminan, dan proses pengadaan kontraktor dan pemasok. Pemeringkatan ini dilakukan oleh lembaga pemeringkat yang diakui. Pemeringkatan dilakukan sebelum obligasi daerah ditawarkan di pasar modal dan pada saat Obligasi Daerah sedang dipromosikan oleh penjamin emisi. Calon investor akan sangat bergantung pada peringkat ini untuk memutuskan tingkat ketertarikan atas obligasi daerah tersebut. Proses pemeringkatan efek ini dilakukan oleh lembaga pemeringkat efek dalam jangka waktu 1 bulan. Peringkat efek ini harus selalu diperbaharui setiap tahunnya hingga jangka waktu obligasi daerah berakhir. Lembaga yang ditunjuk sebagai pemeringkat obligasi daerah di Indonesia adalah PT. Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo).

Dalam menilai peringkat Pemerintah Daerah, Pefindo menyatakan bahwa rating obligasi oleh Pemerintah Daerah lebih sulit dibandingkan dengan obligasi oleh Perusahaan. Hal ini dikarenakan di daerah tidak ada sistem yang memegang kendali atas surat utang. Pefindo menyatakan hingga saat ini sudah melakukan 9 pemeringkatan pemerintah daerah, namun, yang dipublikasikan secara luas hanya DKI Jakarta dan Jawa Barat, dimana, DKI Jakarta diberikan peringkat idAA+, sedangkan Jawa Barat diberi peringkat idAA-. Pemeringkatan yang telah dilakukan tersebut pada dasarnya belum untuk tujuan penerbitan obligasi. Untuk tujuan penerbitan obligasi, Pefindo akan melakukan pemeringkatan pemerintah daerah dalam waktu dekat, salah satun daerah yang siap adalah Jawa Barat.

Meskipun terdapat lembaga pemeringkat, resiko kegagalan bayar dapat lebih tinggi dari apa yang diprediksikan. Appleson dkk. (2012) menyatakan bahwa terdapat “kisah yang tak diceritakan” dari obligasi daerah yaitu bahwa frekuensi default jauh lebih besar dari yang dilaporkan oleh lembaga pemeringkat utama. Hal ini disebabkan angka gagal bayar lembaga pemeringkat “hanya mencakup obligasi yang mereka nilai”, dan bagian unrated market dapat menjadi sarang bagi obligasi daerah dengan kualitas kredit yang lebih rendah, yang menunjukkan frekuensi yang lebih tinggi dari default. Reputasi lembaga penjamin juga berpengaruh terhadap kepercayaan pasar. Reputasi memfasilitasi aktifitas penjamin yang mengarah pada pengurangan asimetri informasi antara peminjam dan penerbit dalam pasar obligasi daerah. Obligasi daerah yang diterbitkan lembaga penjamin yang besar dan prestisius akan menurunkan biaya pinjaman (Daniels dan Vijayakumar, 2007). Obligasi daerah sering melewati serangkaian dealer sebelum sampai pada investor yang membeli untuk disimpan. Setiap kemajuan pada rantai perdagangan interdealer, volume perdagangan menurun dan harga perdagangan meningkat.(Schultz, 2012)

Selain rating, penilaian kelayakan Obligasi Daerah di Indonesia juga dilakukan oleh Kementerian Keuangan. Penilaian ini menyangkut penilaian administasi dan penilaian keuangan. Penilaian administratif menyangkut kelengkapan dokumen sesuai dengan ketentuan yang berlaku, sedangkan penilaian keuangan menyangkut kelayakan Pemerintah Daerah untuk menerbitkan Obligasi Daerah dari sisi keuangan dan kemampuan Pemerintah Daerah untuk mengembalikan pinjaman. Terhadap penilaian tersebut, belum diketahui mekanisme dan prosedur penilaiannya, termasuk di dalamnya adalah proses verifikasi terhadap hitung-hitungan kemampuan Pemerintah Daerah untuk meminjam. Hal tersebut tentunya akan menyulitkan Pemerintah Daerah yang berkeinginan akan menerbitkan Obligas Daerah, karena Pemerintah Daerah tersebut tidak tahu apakah secara finansial boleh menerbitkan Obligasi Daerah. Akan lebih mudah apabila ada daftar mengenai Pemerintah Daerah yang memungkinkan untuk menerbitkan Obligasi Daerah oleh instansi tertentu (misalnya Kementerian Keuangan), sehingga Pemerintah Daerah dapat lebih fokus untuk memenuhi persyaratan lainnya, seperti penyiapan Studi Kelayakan dan Kerangka Acuan Kerja (Direktorat Perencanaan dan Pengembangan Pendanaan Pembangunan, 2014) Hal yang memprihatinkan, untuk mempermudah penerbitan obligasi daerah, Kementerian Keuangan mengeluarkan kebijakan terbaru untuk tidak mensyaratkan Studi Kelayakan. Hal ini akan memperbesar resiko kegagalan investasi yang dibiayai oleh obligasi daerah.

Tingginya Moral Hazard dan Korupsi di Daerah

Resiko yang paling besar dari kegagalan obligasi daerah adalah tingginya angka moral hazard  dan korupsi di daerah, terutama dalam belanja modal/infrastruktur. Dalam laporan tahunan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2014, sepanjang Semester I 2014 saja BPK telah mengungkap 4.900 permasalahan yang merupakan temuan yang mengakibatkan kerugian negara/daerah/ perusahaan, potensi kerugian negara/daerah/perusahaan, dan kekurangan penerimaan senilai Rp.25,74 triliun. Temuan tersebut merupakan akibat ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang berdampak finansial, baik karena kecurangan, penyimpangan/kelemahan administrasi, ketidakhematan, ketidakefisienan, dan ketidakefektifan (BPK RI, 2014). Dari permasalahan tersebut, temuan yang bersumber dari belanja modal/pengadaan barang dan jasa di tingkat pemerintah daerah menyumbang jumlah yang cukup besar.

Berdasarkan data rekapitulasi dari Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I Tahun 2014, total kasus pada tingkat pemerintahan daerah, khususnya tingkat kabupaten/kota sebanyak 810 temuan dengan total kerugian negara senilai Rp.276.893.640.000,00. Dalam 10 tahun terakhir, kasus korupsi yang dilakukan oleh pemerintah daerah yang ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebanyak 53 kasus pada pemerintah provinsi, dan 91 kasus pada pemerintah kabupaten/kota. Berdasarkan jenis perkara yang ditangani KPK, prosentase besar terjadinya fraud yaitu pada pengadaan barang/jasa pemerintah, yaitu sebesar 32% dari keseluruhan perkara. Prosentase tersebut belum termasuk kasus penyuapan yang  kemungkinan juga berhubungan dengan proses pengadaan barang/jasa pemerintah.

Tingginya angka korupsi ini menjadi resiko karena dapat mengakibatkan kegagalan investasi akibat infrastruktur yang dibelanjakan tidak sesuai rencana. Moral hazard dalam penyelenggaraan pemerintahan juga akan menurunkan reputasi pemerintah daerah dan menurunkan kepercayaan investor. Cluff dan Farnham (1985) menyatakan bahwa analis departemen obligasi daerah di lembaga pemeringkat Moody’s meneliti banyak variabel untuk menilai obligasi daerah, dan terdapat bukti bahwa profesionalisme dan integritas pengelolaan keuangan pada pemerintah daerah memiliki pengaruh positif terhadap peringkat obligasi daerah. Hasil penelitian Chen dkk. (2016) menunjukkan bahwa pengungkapan informasi keuangan yang kondusif untuk pengawasan publik akan meningkatkan kredibilitas pemerintah, yang mengarah ke penurunan dalam biaya pembiayaan utang. Berdasarkan pengalaman di Amerika Serikat, pasar obligasi daerah dulunya benar-benar tidak transparan. Hanya dalam dekade terakhir dapat mencapai transparansi pasca perdagangan pada level yang rendah, yang memungkinkan peneliti, emiten, dan investor untuk membandingkan harga yang diterima emiten dari penjamin emisi terhadap harga di mana obligasi akhirnya diperdagangkan (Cestau, dkk, 2013). Meskipun ukuran dan kepentingan ekonomi dari pasar obligasi daerah sangat besar, regulasi obligasi daerah tidak diatur secara ketat dan relatif buram (Cuny, 2016).

Korupsi negara dan koneksi politik memiliki efek yang kuat pada beberapa aspek penjualan obligasi daerah dan penjaminan. Secara khusus, korupsi negara yang lebih tinggi dikaitkan dengan resiko kredit yang lebih besar, imbal hasil obligasi yang lebih tinggi, penggunaan yang lebih besar dari peningkatan kredit eksternal, dan penggunaan lembaga penjamin berkualitas lebih rendah (Butler dkk, 2008). Penelitian Ang dkk (2015) pada kasus obligasi Chengtou di China menunjukkan bahwa korupsi memiliki pengaruh signifikan terhadap peningkatan kredit pemerintah daerah.  Pengembangan keuangan daerah tidak berarti bahwa apa pun dapat berjalan seadanya. Prinsip-prinsip inti seperti keterjangkauan utang, penjualan kompetitif, due diligence dan disclosure, penjangkauan investor, informasi pengambilan keputusan oleh manajer keuangan daerah, dan layanan yang diberikan oleh penasehat keuangan independen untuk menghindari konflik kepentingan diperlukan untuk memastikan manajemen hutang daerah yang hati-hati dan dan menghindari moral hazard (Von Mettenheim, 2012).

Simpulan

Pernyataan Menteri Keuangan Bambang Brojonegoro sebagaimana dikutip Tempo.co tanggal 25 Oktober 2015, bahwa  obligasi daerah belum menjadi kebutuhan yang mendesak, karena dana daerah yang berada di perbankan nasional per bulan September 2015 saja mencapai Rp 290 triliun, dapat menjadi refleksi di tengah maraknya keinginan daerah untuk menerbitkan obligasi. Dengan hambatan, kendala dan resiko obligasi yang tinggi, alternatif pembiayaan daerah, jikapun kelayakan finansial proyek dan kepercayaan terhadap pemerintah tinggi dapat difasilitasi pemerintah pusat dengan mendorong pinjaman antar daerah.

Hambatan dalam regulasi untuk penerbitan obligasi daerah masih terjadi, sementara pada saat yang sama pemerintah pusat gencar mendorong daerah untuk menerbitkan obligasi daerah. Hambatan lain adalah kemampuan daerah dalam berinovasi dan kesiapan kelembagaan dan sumber daya manusia di daerah untuk mengelola obligasi daerah. Selain hambatan tersebut, resiko pengelolaan obligasi daerah sangat tinggi, mengingat meskipun instrumen pengamanan di pasar modal berjalan, kasus gagal bayar obligasi daerah banyak terjadi di negara lain. Resiko terbesar lain adalah masih tingginya moral hazard dan korupsi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat menurunkan kepercayaan investor sekaligus memperbesar resiko kegagalan pembangunan inftasruktur, kegagalan investasi dan berujung pada kegagalan pemerintah daerah untuk membayar bunga dan pokok obligasi daerah.

Daftar Pustaka

Artikel:

Ang, Andrew, Jennie Bai dan Hao Zhou. 2016. The Great Wall of Debt: Real Estate, Corruption, and Chinese Local Government Credit Spreads Georgetown McDonough School of Business Research Paper No. 2603022; Columbia Business School Research Paper No. 15-57; PBCSF-NIFR Research Paper No. 15-02. Available at SSRN: http://ssrn.com/abstract=2603022 or http://dx.doi.org/10.2139/ssrn.2603022

Apostolou, Barbara, Nicholas G. Apostolou , Jack W. Dorminey.  The association of departures from spending rate equilibrium to municipal borrowing cost. Advances in Accounting, incorporating Advances in International Accounting (2013) http://dx.doi.org/10.1016/j.adiac.2013.12.004

Appleson,  Jason, Eric Parsons, dan Andrew Haughwout. 2012. The Untold Story of Municipal Bond Defaults. http://libertystreeteconomics.newyorkfed.org/2012/08/the-untold-story-of-municipal-bond-defaults.html#.V05OHd5aSTk . Diakses 10 Mei 2016

Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI). 2014. Laporan Tahunan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Tahun 2014. Jakarta

Butler , A. W., Fauver, L. and Mortal, S. 2008.  Corruption, Political Connections, and Municipal Finance. Review of Financial Studies, http://corpgovcenter.utk.edu/Research/fauv08.pdf

Cestau, Dario, Richard C. Green  dan Norman Schürhoff. Tax-subsidized underpricing: The market for Build America Bonds. Journal of Monetary Economics 60 (2013) p. 593–608

Chen,  Zhibin , Jun Pan, Liangliang Wang , dan Xiaofeng Shen. Disclosure of government financial information and the cost of local government’s debt financing-Empirical evidence from provincial investment bonds for urban construction. China Journal of Accounting Research (2016)

Choi, Jaewon, Joerg Picard, Andrei Simonov, dan Hayong Yun. Municipal Bonds, State Politics, and Economic Outcomes, https://www.bostonfed.org/economic/conf/municipal-finance-2015/papers/simonov.pdf

Cluff, George S. and Paul G. Farnham. A Problem of Discrete Choice: Moody’s Municipal Bond Ratings. Journal of Economicsa nd Business, Vol 37. P.277-302

Cuny, Christine. 2016. Voluntary Disclosure Incentives: Evidence
from the Municipal Bond Market
. Journal of Accounting and Economics,http://dx.doi.org/10.1016/j.jacceco.2016.04.004

Daniels,  Kenneth N. dan Jayaraman Vijayakumar. Does underwriter reputation matter in the municipal bond market?.            Journal of Economics and Business 59 (2007) p. 500–519

Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan. 2007. Panduan Penerbitan Obligasi Daerah

Direktorat Perencanaan dan Pengembangan Pendanaan Pembangunan. 2014. Kajian 2014 Pendanaan Obligasi Daerah. http://pendanaan.bappenas.go.id/index.php?option=com_rubberdoc&view=doc&id=263&format=raw&Itemid=45. diakses 10 Mei 2016

Marsuki. 2007. Strategi Membangun Infrastruktur Pemerintah Daerah.Makalah disampaikan dalam acara Workshop Inn Red International dengan Tema Manajemen Pembiayaan Infrasturktur Regional Pemerintah Daerah Hotel Sultan, Jakarta, 13 April 2007.

Okta, Dewi dan David Kaluge. 2011. Analisis Peluang Penerbitan Obligasi Daerah Sebagai Alternatif Pembiayaan Daerah, Journal of Indonesian Applied Economics, Vol. 5 No. 2 Oktober 2011, 157-171

Putra, I Made Dharma Sugama. 2016. Peran BPK dalam Pemeriksaan atas Pengelolaan Obligasi Derah. http://manado.bpk.go.id/wp-content/uploads/2016/03/2.-Obligasi-Daerah-Pwk-Sulut-Tulisan-Hukum-edit-1.pdf . diakses 10 Mei 2016

Resen, Made Gde Subha Karma. 2015. Aspek Yuridis Penerbitan Obligasi Daerah Sebagai Sumber Pembiayaan Alternatif di Daerah. Jurnal Komunikasi Hukum, Volume 1, Nomor 2, Agustus 2015

Sanjaya, I Putu Eka. 2015. Peran Kepala Daerah Dalam Peningkatan
Kemampuan Keuangan Daerah. E-Journal Kertha Negara,  Vol. 03, No. 03, September 2015. http://ojs.unud.ac.id/index.php/Kerthanegara/article/view/15240/10096 diakses 10 Mei 2016

Schultz, Paul. 2012. The market for new issues of municipal bonds: The roles of transparency and limited access to retail investors. Journal of Financial Economics 106 (2012) p. 492–512

Vijayakumar, Jayaraman, 1995, An Empirical Analysis of the Factors Influencing Call Decisions of Local Government Bonds, Journal of Accounting and Public Policy, 14, 203-231 (1995)

Von Mettenheim, Kurt. 2012.  A Brazilian municipal bond market: theory, repression and prospects. Rev. adm. empres. vol.52 no.6 São Paulo Nov./Dec. 2012 http://dx.doi.org/10.1590/S0034-75902012000600010 

 

Berita:

Antaranews.com. 29 Juli 2015. Penerbitan obligasi daerah pertama ditargetkan awal 2016. http://www.antaranews.com/berita/509399/penerbitan-obligasi-daerah-pertama-ditargetkan-awal-2016 diakses 29 Mei 2016

Bisnis.com. 11 Mei 2016. Alternatif Pembiayaan, OJK Diminta Fasilitasi Obligasi Daerah http://finansial.bisnis.com/read/20160511/309/546448/alternatif-pembiayaan-ojk-diminta-fasilitasi-obligasi-daerah. diakses 29 Mei 2016

Bisnis.com. 28 Agustus 2013. Obligasi Daerah: Berkacalah dari Kasus Detroit. http://market.bisnis.com/read/20130828/92/159292/obligasi-daerah-berkaca-lah-pada-kasus-detroit.  diakses 29 Mei 2016

Bisnis.com. 8 Nopember 2015. Dua Pemda Ditargetkan Rilis Obligasi Daerah Tahun Depan. http://market.bisnis.com/read/20151118/92/493532/dua-pemda-ditargetkan-rilis-obligasi-daerah-tahun-depan. diakses 29 Mei 2016

Bloomberg.com. 19 Mei 2016. Ministry Loses Control of Memphis Slums After Bond Default. http://www.bloomberg.com/news/articles/2016-0518/ministry-loses-control-of-memphis-slums-after-muni-bond-default.diakses 29 Mei 2016

Cnnindonesia.com. 11 Nopember 2016. Penerbitan Obligasi Daerah Jabar Terganjal Restu DPRD. http://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20151111133615-78-90966/penerbitan-obligasi-daerah-jabar-terganjal-restu-dprd/ diakses 29 Mei 2016

Cnnindonesia.com. 6  Oktober 2016. Penerbitan Obligasi Daerah Kini Tak Perlu Studi Kelayakan. http://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20151006154247-78-83174/penerbitan-obligasi-daerah-kini-tak-perlu-studi-kelayakan/ diakses 29 Mei 2016

Investmentnews.com. 2 Mei 2016, Puerto Rico default could blindside investors in municipal bonds: Some muni funds, such as Oppenheimer, are over-exposed to the risky bond  http://www.investmentnews.com/article/20160502/FREE/160509994/puerto-rico-default-could-blindside-investors-in-municipal-bonds, diakses 29 Mei 2016

Jpnn.com. 11 Mei 2016. OJK Janjikan Aturan Obligasi Daerah Klir Tahun Ini. http://www.jpnn.com/read/2016/05/11/405189/OJK-Janjikan-Aturan-Obligasi-Daerah-Klir-Tahun-Ini- . diakses 29 Mei 2016

Metrotvnews.com.  2 Mei 2016. OJK Finalisasi Aturan Obligasi Daerah. http://ekonomi.metrotvnews.com/makro/VNnxaEJk-ojk-finalisasi-aturan-obligasi-daerah. diakses 29 Mei 2016

Metrotvnews.com. 11 Mei 2014. Pefindo: Rating Obligasi Pemda Lebih Sulit Dibanding Koorporasi. http://ekonomi.metrotvnews.com/read/2014/05/11/240467/pefindo-rating-obligasi-pemda-lebihsulit-dibanding-koorporasi. diakses 29 Mei 2016

Metrotvnews.com. 24 Nopember 2016. Pemprov Jateng Kaji Penerbitan Obligasi Daerah. http://ekonomi.metrotvnews.com/read/2015/11/24/194196/pemprov-jateng-kaji-penerbitan-obligasi-daerah diakses 29 Mei 2016

Nytimes.com. 22 April 2016. Municipal Bond Defaults Shake Up a Once-Sedate Market. http://www.nytimes.com/2016/04/23/your-money/municipal-bond-defaults-shake-up-a-once-sedate-market.html?_r=0 . diakses 29 Mei 2016

Okezone.com. 5 Januari 2016. Pemda DKI Kaji Terbitkan Obligasi Daerah. http://economy.okezone.com/read/2016/01/05/278/1281326/pemda-dki-kaji-terbitkan-obligasi-daerah  diakses 29 Mei 2016’

Republika.co.id. 22 Oktober 2015. OJK Makin Intensif Koordinasi Penerbitan Obligasi Daerah. http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/keuangan/15/10/22/nwlrnj382-ojk-makin-intensif-koordinasi-penerbitan-obligasi-daerah . diakses 29 Mei 2016

Tempo.co. 25 Oktober 2015. Menteri Keuangan Tak Setuju Penerbitan Obligasi Daerah?. https://bisnis.tempo.co/read/news/2015/10/25/090712755/menteri-keuangan-tak-setuju-penerbitan-obligasi-daerah. diakses 29 Mei 2016